Metode Pembelajaran Di Pondok
Macam-Macam Model Pembelajaran Pesantren
Di pondok pesantren terdapat bberapa metode dalam belajar.Berikut
ini adalah beberapa metode
pembelajaran yang menjadi ciri
utama pembelajaran di pesantren salafiyah :
1.
Metode Sorogan
Sorogan berasal dari kata sorog (bahasa jawa), yang berarti
menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan Kyai atau
pembantunya (badal, asisten Kyai). Sistem sorogan
ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan
seorang guru, dan terjadi interaksi saling
mengenal antara keduanya.
Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan pada
ruang tertentu. Ada tempat duduk Kyai atau ustadz, di depannya ada meja pendek
untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Setelah Kyai atau ustadz
membacakan teks dalam kitab kemudian santri mengulanginya. Sedangkan
santri-sanri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak
jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh Kyai atau ustadz sekaligus
mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil.
Inti metode sorogan adalah berlangsungnya proses belajar mengajar secara face to face antara Kyai dan santri.
Keunggulan metode ini adalah Kyai secara pasti mengetahui kualitas anak
didiknya, bagi santri yang IQ nya tinggi akan cepat menyelesaikan pelajaran,
mendapatkan penjelasan yang pasti dari seorang Kyai. Kelemahannya adalah metode
ini membutuhkan waktu yang sangat banyak.
Meskipun sorogan ini dianggap
statis, tetapi bukan berarti tidak menerima inovasi. Malah menurut Suyoto,
metode ini sebenarnya konsekuensi daripada layanan yang ingin diberikan kepada
santri. Berbagai usaha dewasa ini dalam berinovasi dilakukan justru mengarah
kepada layanan secara indivual kepada anak didik.Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta
kecakapan sesoreang..
Mastuhu memandang bahwa sorogan
adalah metode mengajar secara indivividual langsung dan intensif. Dari segi
ilmu pendidikan, metode ini adalah metode yang modern karena antara Kyai dan
santri saling mengenal secara erat. Kyai menguasai benar materi yang seharusnya
diajarkan, begitu pula santri juga belajar dan membuat persiapan sebelumnya.
Metode sorogan dilakukan secara bebas
(tidak ada paksaan), dan bebas dari hambatan formalitas.
2.
Metode Wetonan/
Bandongan
Wetonan istilah ini berasal dari
kata wektu (bahasa jawa) yang berarti
waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu
sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode wetonan ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran
dengan duduk di sekeliling Kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah,
santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan
bandongan.
Pelaksanaan metode ini yaitu: Kyai membaca,
menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa
Arab tanpa harakat (gundul). Santri
dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhabitan harakat kata langsung di bawah kata yang dimaksud agar
dapat membantu memahami teks.
Metode bandongan
atau weton adalah sistem pengajaran secara
kolektif yang dilakukan di pesantren.
Disebut weton karena berlangsungnya
pengajian itu merupakan inisiatif Kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat,
waktu, terutama kitabnya. Disebut bandongan
karena pengajian diberikan secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri.
Kelompok santri yang duduk mengitari Kyai dalam pengajian itu disebut halaqoh. Prosesnya adalah Kyai membaca
kitab dan santri mendengarkan, menyimak bacaan Kyai, mencatat terjemahan serta
keterangan Kyai pada kitab atau biasa disebut ngesahi atau njenggoti.
H. Abdullah Syukri Zarkasyi, memberikan
definisi tentang metode bandongan,
yaitu: “Di mana Kyai membaca kitab dalam waktu tertentu, santri membawa kitab
yang sama, mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai”. Sedangkan
Nurcholis Madjid memberikan definisi tentang metode weton. Menurutnya, “weton
adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari Kyai sendiri, baik dalam
menentukan tempat, waktu maupun lebih-lebih lagi kitabnya”.
Senada dengan hal di atas, Hasbullah
mendefinisikan tentang metode wetonan,
menurutnya:
Metode wetonan
adalah metode yang di dalamnya terdapat seorang Kyai yang membaca kitab dalam
waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan
dan menyimak bacaan Kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar
mengaji secara kolektif.
Zamakhsyari Dhofier juga memberikan definisi
tentang metode bandongan, menurutnya:
Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai
500) mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan
seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid
memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun
keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit.
Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa model pembelajaran bandongan
sama dengan metode wetonan maupun halaqah. Dalam model pembelajaran ini, santri
secara kolektif mendengarkan dan mencatat uraian yang disampaikan oleh Kyai,
dengan menggunakan bahasa daerah setempat, dilaksanakan pada waktu-waktu
tertentu, materi (kitab) dan tempat sepenuhnya ditentukan oleh Kyai.
Keunggulan metode ini adalah lebih cepat dan
praktis sedangkan kelemahannya metode ini dianggap tradisional. Biasanya metode
ini masih digunakan pada pondok-pondok pesantren salaf.
3.
Metode Musyawarah/ Bahtsul Masa'il
Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa'il merupakan metode
pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa
orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung
oleh Kyai atau ustadz, atau mungkin juga senior, untuk membahas atau mengkaji
suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, para
santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pendapatnya.
Kegiatan penilaian oleh Kyai atau ustadz dilakukan selama kegiatan musyawarah
berlangsung. Hal-hal yang menjadi perhatiannya adalah kualitas jawaban yang
diberikan oleh peserta yang meliputi kelogisan jawaban, ketepatan dan kevalidan
referensi yang disebutkan, serta bahasa yang disampaikan dapat mudah difahami
oleh santri yang lain. Hal lain yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks
bacaan, juga kebenaran dan ketepatan peserta dalam membaca dan menyimpulkan isi
teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.
4.
Metode Pengajian Pasaran
Metode pengajian pasaran adalah kegiatan
belajar para santri melalui pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang Kyai/
ustadz yang dilakukan oleh sekelompok
santri dalam kegiatan yang terus menerus selama tenggang waktu tertentu. Pada
umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari
atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang dikaji.
Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target
utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari. Jadi, dalam metode ini yang
menjadi titik beratnya terletak pada pembacaan bukan pada pemahaman sebagaimana
pada metode bandongan.
5.
Metode Hapalan (Muhafazhah)
Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri
dengan cara menghapal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan Kyai/ustadz.
Para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam jangka waktu
tertentu. Hapalan yang dimiliki santri ini kemudian dihapalkan di hadapan Kyai/ustadz
secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk Kyai/ustadz yang
bersangkutan.Materi pelajaran dengan metode
hapalan umumnya berkenaan dengan Al Qur’an, nazham-nazham nahwu, sharaf, tajwid
ataupun teks-teks nahwu, sharaf dan fiqih.
6.
Metode Demonstrasi/ Praktek Ibadah
Metode ini adalah cara pembelajaran yang
dilakukan dengan meperagakan (mendemonstrasikan) suatu keterampilan dalam hal
pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan perorangan maupun kelompok di bawah
petunjuk dan bimbingan Kyai/ustadz. dengan kegiatan sebagai berikut:
-
Para santri mendapatkan penjelasan/ teori
tentang tata cara pelaksanaan ibadah yang akan dipraktekkan sampai mereka
betul-betul memahaminya.
-
Para santri berdasarkan bimbingan para Kyai/ ustadz
mempersiapkan segala peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan praktek.
-
Setelah menentukan waktu dan tempat, para santri
berkumpul untuk menerima penjelasan singkat berkenaan dengan urutan kegiatan
yang akan dilakukan serta pemberian tugas kepada para santri berkenaan dengan
pelaksanaan praktek.
-
Para santri secara bergiliran/ bergantian
memperagakan pelaksanaan praktek ibadah tertentu dengan dibimbing dan diarahkan
oleh Kyai/ ustadz sampai benar-benar sesuai kaifiat
(tata cara pelaksanaan ibadah sesungguhnya).
7.
Metode Muhawarah
Muhawarah adalah suatu kegiatan
berlatih dengan bahasa Arab yang diwajibkan oleh pesantren kepada para santri
selama mereka tinggal di pondok. Beberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadasah tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali
atau dua kali dalam seminggu yang digabungkan dengan latihan muhadhoroh
atau khitobah, yang tujuannya melatih
keterampilan anak didik berpidato.
8.
Metode Mudzakarah
Mudzakarah merupakan suatu pertemuan
ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan aqidah
serta masalah agama pada umumnya. Dalam mudzakarah
tersebut dapat dibedakan atas dua tingkat kegiatan:
-
Mudzakarah diselenggarakan oleh sesama
santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan melatih para santri agar
terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia.
Salah seorang santri ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan
dari masalah yang didiskusikan
ADA BUKU PAKET TENTANG PEMBELAJARAN MUHAWARAH DALAM BAHASA ARAB
BalasHapus